Bandung, PPJ
Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB/Red) di Jawa Barat kembali menghangat. Isyu adanya permainan yang disebut sebut telah terjadi khususnya di wilayah Hukum Kota Depok disinyalir menimbulkan kontroversi, dimana hal yang termasuk menjadi sorotan adalah mengenai permasalahan dugaan titip menitip Calon Siswa.
Menurut Ungkap Marpaung, Ketua DPP LSM Barisan Rakyat SAnti Korupsi atau yang akrab disapa BARA APPI, sejatinya, hal ini tidak perlu menjadi polemik, dimana tudingan yang dilontarkan oleh para pihak tersebut terkesan diskredit dan tanpa bukti otentik.

“Sebenarnya, hal tuding menuding terkait titip menitip ini kami pandang hanya merupakan bentuk rasa kecewa para pihak yang menemukan adanya rumors negative dalam proses PPDB di Jawa Barat ini.” Papar Ungkap. “Karenanya, tentu kita perlu memandang tudingan ini secara positif dengan lebih fokus pada solusi yang diinginkan.” Tambahnya mengimbuhkaan.
Menurut Ungkap, sejatinya para pihak yang menemukan adanya permasalahan dalam proses PPDB ini bisa langsung membuatkan laporan resmi ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat atau ke Gubernur Jawa Barat maupun kepada pihak Satuan Pelaksana tugas SABER PUNGLI Provinsi Jawa Barat untuk bisa ditindaklanjuti, tanpa berusaha untuk membuat kisruh.
“Kita yakin, semua ini adalah menyangkut dunia pendidikan, ada mental dan psikis anak didik yang harus kita jaga, tolong perhatikan itu.” Terang Ungkap menegaskan.
Di tempat terpisah, menurut Tonny Supriadi, SH, MH, Sekjen DPP LSM PENJARA yang juga merupakan praktisi Hukum, diperlukan adanya solusi atas kisruh PPDB di Jawa Barat, salah satunya dengan meminta izin kepada Kemendikbud untuk menambah daya tamping murid yang akan sekolah.
“Hal ini bisa dikonsultasikan atau di diskusikan dengan pihak pusat.” ujar Tonny.
Dikatakan Tonny, penambahan yang dilakukan semestinya harus diikuti dengan sistem dan mekanisme, sebab data siswa akan terdata secara nasional di Kemedikbud, dimana optimalisasi daya tampung sekolah di Jawa Barat sesuai kebutuhan sejatinya menjadi salah satu solusi.
Menurut Tonny, solusi tersebut perlu diambil untuk mereka yang sudah mendaftar di SMA Negeri namun tidak masuk melalui jalur zonasi. “Dengan solusi ini diharapkan anak – anak yang berada di wilayah blankzone ada peluang untuk bersekolah negeri dengan tidak menggunakan jarak.” urai Tonny.
Dikatakan lagi bahwa optimalisasi daya tampung sekolah sesuai kebutuhan kemungkinan akan menjadi salah satu solusi dalam menghadapi persoalan penerimaan peserta didik baru khususnya jenjang SMA di daerah sesuai mekanisme dan menyalahi aturan, dimana siswa yang tidak tertampung bisa menemukan solusi yakni melalui optimalisasi kebutuhan dengan membuka gelombang kedua, diantaranya dengan cara menambah rombongan belajar.
“Calon siswa yang sudah mendaftar di SMA swasta diharap tidak mendaftar lagi di Negeri, karena solusi ini diambil baiknya bagi mereka yang sudah mendaftar di SMA Negeri yang dituju tapi tidak masuk jalur zonasi.” imbuh Tonny.
Selanjutnya Tonny meminta agar pihak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat memantau sekolah swasta jangan sempat yang nakal dengan bermain kuota, dimana Tonny berharap calon siswa yang sudah mendaftar di SMA swasta tidak mendaftar lagi di sekolah Negeri.
Masih menurut Tonny Supriadi, sebelum kebijakan tersebut diterapkan, seharusnya mendapatkan izin dari pemerintah terkait terlebih dahulu.
“Jika tabnpa izik, kami khawatir, akan timbul masalah baru, begitupun data inputan Dapodik (Data Pokok Pendidikan/Red) dikhawatirkan peserta didik tidak akan mendapatkan Nomor Induk Siswa, yang berimbas para Siswa tidak akan mendapat dana BOS, dimana peserta didik tidak akan terdaftar atau dianggap ilegal,” jelasnya menambahkan.
Disampaikan bahwa persoalan PPDB sesungguhnya hampir pada setiap tahun ajaran menuai protes, yang mana menurut Tonny, hal ini tentunya bukanlah sebuah masalah, karena orang tua siswa menginginkan anak mereka menjadi anak yang pintar dengan mengikutsertakannya berbagai kegiatan belajar. Namun yang mengkhawatirkan dan membuat pusing orang tua siswa adalah ketika anaknya tidak masuk dalam zona dan tidak lolos verifikasi, sementara sekolah swasta akhirnya tutup dan tidak menerima murid baru. “Saya berharap, jangan sampai anak didik dari SMP ke SMA tidak dapat sekolah. Kita juga mengakui, orang tua menyekolahkan anaknya di sekolah swasta dipastikan biaya nya akan sangat mahal, dimana hal ini menimbulkan kekhawatiran orang tua tidak mampu membayar biaya sekolah anaknya, karena kita tahu Sekolah swasta juga masih memerlukan banyaknya pembenahan dan kualitasnya juga sangat perlu untuk ditingkatkan.” terang Tonny Supriadi menutup wawancara. (Zak)